Jumat, 05 Agustus 2011

BERSUMPAH ATAS NAMA ALLAH

Bersumpah Atas Nama Allah
Mungkin memang sedang tren, pejabat publik yang sedang menghadapi kasus sering bersumpah atas nama Allah. Tak kurang, juga dibumbui dengan linangan air mata. Tapi ketika ada 2 pernyataan yang bertentangan dan kedua-duanya bersumpah atas nama Allah, siapa yang benar diantara keduanya? Mungkinkah salah satunya berbohong?
Mengapa Kita Gampang Bersumpah Atas Nama Allah
Bersumpah atas nama Allah adalah “senjata” utama ketika orang meragukan kata-kata seseorang. Ketika menyebut nama Allah itulah, orang lain tidak bisa berkata apapun lagi, sekalipun pernyataan si empunya diragukan. Bersumpah atas nama Allah untuk membuat orang percaya banyak dilakukan manusia untuk tujuan:
1. Membohongi orang untuk percaya pada pernyataannya.
2. Menyombongkan diri terhadap sesuatu yang tidak ia lakukan.
3. Menghindari tuntutan janji yang telah ia ucapan tapi ia langgar.
Bersumpahlah Yang Benar atau Diam
Bersumpah atas nama selain Allah memang dilarang dalam islam, seperti hadist nabi berikut:
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.“Artinya : Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla melarang kalian bersumpah atas nama nenek moyang kalian ; barangsiapa yang ingin bersumpah, maka bersumpahlah atas nama Allah atau lebih biak diam” [Al-Bukhari secara ringkas dalam kitab Manaqib Al-Anshar 3836, Muslim di dalam kitab Al-Iman III : 1646]
Konsekuensi Bersumpah Atas Nama Allah Dengan Kebohongan.
Bersumpah atas nama Allah tapi ia berbohong, atau tidak menepati membuahkan konsekuensi orang tersebut tidak akan lagi dipercaya; sekalipun ia berkata benar. Hal itu karena kebiasaannya berbohong dan melanggar.Selain itu, ia juga merugikan orang lain yang percaya terhadap sumpahnya. Lalu percaya dan melakukan hal-hal yang akhirnya salah bahkan terjerembab dalam dosa.Bukankah hal ini juga terjadi pada nabi Adam? Ketika setan bersumpah atas nama Allah, dan Nabi Adam sama sekali tidak percaya akan ada makhluk Allah yang bersumpah atas nama-Nya dan berbohong. Inilah konsekuensi yang umat manusia hadapi sekarang, terlempar dari surga akibat sumpah palsu setan.


NAMA : BELLA OKTARIANI
KELAS : XI IPA 2

MEMANGGIL DENGAN SEBUTAN YANG TIDAK BAIK

Allah Swt. berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang
lain). Seruan ayat ini ditujukan kepada kaum Mukmin secara keseluruhan. Akan
tetapi, yang pertama kali diseru adalah kalangan laki-laki. Kata qawm pada frasa
ini menunjuk kepada laki-laki. Menurut az-Zamakhsyari, al-Razi, al-Alusi dan
an-Nasafi, hal itu karena laki-laki merupakan qawm atas urusan para wanita
sebagaimana ditetapkan dalam QS an-NisaĆ¢ [4]: 34.

Ditegaskan oleh Abu Hayyan al-andalusi, kendati digunakan bentuk jamak (qawm dan
nisa'a), kandungan ayat itu juga berlaku untuk tiap-tiap individu. Penggunaan
bentuk jamak itu seolah-olah ada seseorang yang mengejek atau mengolok-olok
pihak lain dalam suatu majelis, lalu orang-orang lain ikut tertawa dengan
ucapannya; atau dia menyampaikan kepada banyak orang, lalu mereka turut
tertawa.

Ibnu Jarir ath-Thabari menegaskan, hukum itu mencakup semua tindakan yang
termasuk dalam cakupan makna as-sukhriyyah. Karena itu, haram seorang Mukmin
mengolok-olok Mukmin lainnya, baik disebabkan oleh kemiskinan, dosa yang
dikerjakan maupun sebab lainnya.

Ada juga yang berupa perbuatan yang dilarang. Di antaranya adalah yang
digariskan dalam ayat ini.
Pertama: dilarang melakukan tindakan yang
mengolok-olok saudaranya. Bagi pihak yang diejek, tindakan tersebut tentu tidak
menyenangkan. Secara naluriah memang tidak ada seorang pun yang senang
ditertawakan, diejek, diremehkan, atau dihinakan orang lain. Terlebih jika
pelakunya tidak lebih baik dari dirinya. Jika tidak bisa menahan diri, dia pun
akan marah dan membalas tindakan serupa. Akibatnya pertengkaran pun akan terjadi di antara mereka.

Kedua: tidak dibolehkan mencela saudaranya sekalipun celaan itu faktual. Apalagi
celaan itu tidak sesuai dengan kenyataan. Bagi pihak yang dicela, tindakan itu
dapat menimbulkan sakit hati. Celaan itu pun bisa berbuntut pada pertikaian di
antara kaum Mukmin.

Ketiga: tidak boleh saling panggil dengan panggilan yang buruk. Laqab (julukan
atau gelar) biasanya diambil dari sifat yang menonjol dan tetap pada seseorang.
Memanggil seseorang dengan sifatnya yang buruk berarti melekatkan sifat itu
secara permanen kepada seseorang. Padahal bisa jadi sifat buruk itu sudah
ditinggalkan dan dikubur dalam-dalam. Tak menutup kemungkinan, dia akan membalas
dengan panggilan senada. Itu pun bisa menjadi benih permusuhan di antara mereka.
Kaum Muslim justru diperintahkan memanggil saudaranya dengan panggilan yang dia senangi.
Rasulullah saw. bersabda:
Ada tiga perkara yang menggambarkan kecintaanmu kepada saudaramu: kamu
mengucapkan salam kepadanya ketika bertemu dengannya; meluaskan tempat untuknya
dalam majelis; memanggilnya dengan nama yang paling disukainya (HR al-Hakim )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar